6 September 2016

Dalam Diam Ada Hati Yang Terluka

Siang ini, langit yang begitu biru dengan matahari yang begitu bersinar, ditengah lapangan kau menghapus keringat yang ada diwajahmu, berlarian mengiring bola ke tempat lawan, dari luar arena mereka memanggil namamu, bersorak menyemangati timmu “Seannn” namamu pun tak pernah berhenti dipanggil. Pertandingan selesai dengan akhir yang setimpal dengan latihanmu selama ini. Aku hanya melihatmu dari balik semua wanita yang berada didekatmu, mereka berdesak-desakan ingin berada disampingmu, jangankan untuk mengajakmu bicara untuk menyapamu pun itu sangat sulit.

Kau tersenyum kepada setiap wanita yang kau temui, kau ramah pada setiap mereka yang mendekatkan diri padamu, namun taukah kamu? Senyuman kamu yang selalu kamu berikan pada mereka tak pernah sampai didepanku, aku tak pernah bisa melihat senyum yang hanya untukku, semua senyuman hanyalah sama.

Tak pernah sehari pun wanita-wanita itu tak mendekatimu, tak pernah sehari pun ada celah untuk kita bisa mengobrol berdua, sesulit itukah untuk bisa berada disampingmu? Tanpa ada mereka yang akan mengganggu kita?

Setiap hari kau hanya akan sendiri ketika kau sedang di perpustakaan, kau menyukai buku? Kurasa tidak, kau hanya perlu tempat untuk sendiri. Alis tebal, lesung pipi dan rambut cepak dengan atasnya yang tebal yang akan jatuh ketika kau nunduk dan kau rapikan lagi rambutmu, itu sungguh membuatku jatuh hati. Aku ingin sekali mendekatimu disampingmu ketika aku yang selalu melihatmu diperpustakaan, namun aku takut mengganggum waktu privasimu.

Aku tak sama dengan mereka yang selalu mementingkan keinginan mereka tanpa perduli kesibukanmu ataupun privasimu yang tak ingin dibicarakan, aku hanya akan terus menunggu sampai aku bisa berbicara berdua denganmu tanpa ada wanita-wanita yang akan selalu ada disampingmu hanya untuk menanyakan sesuatu yang tak penting, membicarakan sesuatu yang tak jelas hanya untuk menarik perhatianmu. Dan kau juga salah, yang merespon mereka dengan senyuman yang menganggap mereka sudah berhasil mendekatimu.

Kita sekelas, namun untuk diberi waktu sedikit agar bisa bicara berdua saja tak pernah bisa, akan selalu ada mereka yang mengganggu kita dan membuatku terasing kan. Kau suka ke perpustakaan hanya untuk menyendiri, tanpa ada yang tau. Lalu hari ini aku memberanikan diri untuk bisa menyapamu, untuk bisa berbicara berdua denganmu, namun respon yang kau kasih tak ada bedanya saat kau berada disekurumunan para wanita itu. Apa aku ini sama seperti mereka dimatamu?

Minggu-minggu setelah hari itu kita mulai sering bertemu dan berbincang berdua, “hanya” berdua. Kau tau aku sungguh bahagia bisa terus seperti ini walau kita hanya bertemu diperpustakaan. Kita membicarakan banyak hal, dari pelajaran hingga olahraga basket yang kamu tekuni, kamu bercerita panjang tentang bagaimana latihan kamu kemarin, dan banyak hal lainnya bahkan tentang isi hati kita berdua. Mungkin, ini berlebihan. Tentu saja kau pikir ini sangat berlebihan karena kamu tak ada dalam posisiku, kamu tak merasakan sesaknya jadi aku ketika aku ingin berbicara berdua denganmu mereka selalu datang menghalangiku.

Aku mencintaimu. Sungguh. Mengetahui hari ini kau tak lagi sendiri ketika berada diperpustakaan, aku masih menggubris pada hatiku kau tak akan seperti itu padaku. Aku mendekati mejamu lalu kau bilang “ini dia yang selalu aku ceritakan padamu” Deg… Kau tau? Kau yang tak memilihku adalah hal paling sulit yang bisa ku mengerti. Aku masih belum mengerti. Jika kau ingin tahu, aku kesesakan dalam status yang menyedihkan ini. Aku terkatung-katung sendirian. Meminum asam dan garam, membiarkan kamu meneguk hal-hal manis. Begitu dekatnya kita, mengapa matamu masih belum terbuka dan hatimu masih tertutup ragu?

Sejak dulu, harusnya tak perlu kuperhatikan kamu sedetail itu. Sejak pertama bertemu, harusnya tak perlu menyukaimu. Sejak kita mulai bisa berbicara berdua harusnya tak kuterima kontakmu dan kamu hubungi aku dengan begitu lugu. Sejak tahu kehadiranmu, harusnya aku tak menggubris. Aku terlalu penasaran, terlalu mengikuti rasa keingintahuanku. Jika dari awal aku tak mengenalmu, mungkin aku tak akan tahu rasanya meluruhkan air mata di pipi.


Dibalik semuanya, aku hanya seorang wanita yang mengagumimu dalam hatinya, hanya seorang wanita yang jatuh hati dalam diam tanpa bisa mengungkapkan.

31 Agustus 2016

Keputusan yang salah?

Kau bahkan tak mengerti apa yang sedang kau katakan, kata yang membuatku terjatuh, kata yang membuat aku lupa kalau sakit akan terasa saat kita akhiri segalanya, kau yang tak lagi menggenggam tanganku tanpaku sadari kau mulai jauh tapi hatiku tetap bersinar ketika didekatmu, kita masih berjalan kedepan tapi kau memutuskan untuk memilih arah yang berbeda denganku, pilihan yang kau ambil adalah keputusan yang kau buat. Kau masih menggenggam hatiku tanpa lagi ada disampingku, kau datang lagi dan mengatakan kau mulai membuka hati pada orang lain.

Dengan segala cara aku menguatkan hati dan menahanmu untuk tidak pergi, dengan tangan kecil ini aku menggenggam tanganmu tapi kau tetap bersikeras melepasku. Ditepi pantai kita berdiri dan kau tepat didepanku melihat kearah yang berbeda, desiran air ombak yang deras membuat suaraku tak mampu terdengar ketika aku memanggil namamu. Kau masih tetap melihat kearah yang berbeda tanpa sedikitpun berniat berbalik melihat kearahku.

Sungguhkah itu keputusanmu? Tidakkah kau berniat untuk berbalik dan melihat kearahku lagi? Berjuang bersama tanpa ada orang ketiga? Apa yang kau lihat darinya sungguhkah dia lebih baik dari apa yang telah aku perjuangkan selama ini? Kau tau apa tentang memperjuangkan? Yang kau tau hanya membuatku jatuh hati, jatuh yang terlalu dalam hingga membuatku lupa bahwa akhir itu pasti akan datang.

Aku takut mungkin aku akan bisa melepaskan genggaman itu, aku takut akan memulai dengan orang yang baru, dengan orang yang belum tentu bisa memahamiku. Kau memahamiku memahami jalan pikiranku, tapi kau tak memahami isi hatiku, sungguh, bukankah ini tak adil bagiku?

Dunia ini tak seindah yang ku kira, langit tak secerah yang terlihat, kau terlalu sempurna untukku gapai untuk aku miliki seutuhnya. Bisakah aku berhenti untuk tak melihat kearahmu? Bisakah aku mulai melangkah pergi agar aku tak lagi merasakan sakit? Tidakkah kau sadar kau memperjuangkan dia yang tak membuahkan hasil? Dia yang kau kejar bahkan tak sedikit pun melirik kearahmu, tapi kau masih gigih melihat dia yang kau tau dia takkan pernah sedikit pun memilihmu, karna kau tak bisa bersaing dengan kekasihnya yang jauh lebih sempurna dibandingkan denganmu pria yang terlalu sempurna dimataku.

Banyak cerita yang telah kita lalui walau dengan waktu yang begitu singkat, kau luluhkan hati ini dengan kata-katamu, kau peluk aku dan berkata kau tak ingin ku pergi, kau takut kehilanganku. Memang, bahagia takkan bisa bertahan selamanya karena disetiap senyuman akan ada yang palsu meski sulit tuk terlihat, aku percaya dengan kata-kata itu setelah kau memutuskan untuk tak lagi disampingku dan memilih dia yang jauh lebih sempurna dimatamu untuk berada disampingmu.

Kau tak akan pernah mengerti apa yang aku rasakan, sesulit itukah untuk membuatmu tetap disampingku? Segitu buruknya kah aku sehingga kau memilih dia yang lebih sempurna meski kau tau akhirnya kau takkan bisa mendapatkannya?

Mas, kamu tau siapa yang tak menginginkanmu pergi, kamu tau seberapa dalam perasaan yang aku miliki, kamu juga tau siapa yang paling mencintaimu. Lalu, jika kau tau perasaanku lebih besar dari pada ketertarikanmu padanya, mengapa harus aku yang mengalah dalam hubungan kita? Jika kau mengerti perjuanganku jauh lebih besar dari pada perjuanganmu untuk mendapatkan hatinya, mengapa harus aku yang merasakan sakit karenamu?

Bisakah kau membayangkan rasanya jadi aku? Yang harus mengalah, yang harus terus menyembunyikan air mata, yang harus bersedia menahan sakit dibalik senyumanmu, yang harus menutup mulutnya agar tidak mengeluh, dan segala rasa sakit yang aku rasakan hanya demi memperjuangkan dan mempertahankanmu? Terlalu banyak ketidakadilan yang kurasakan. Aku sangat mencintaimu, sungguh, dan mengetahui hatimu tak lagi utuh adalah patah hati terbesar yang sulit dijelaskan kata-kata.

Terlalu banyak yang kupendam bahkan sampai tak bisa lagi untuk diungkapkan, semua terasa seperti beban yang terus menusuk sampai tak bisa bernafas, pergi? Sungguh aku ingin pergi, tapi ketika aku ingin pergi terus saja hati ini seakan berkata “tetaplah bertahan, semua akan berubah, dia akan kembali padamu lagi seperti sedia kala” hubungan tanpa rasa dari kedua pihak, aku ingin mengakhiri ini tanpa ada kata menyesal, tapi bisakah aku pergi jika hati masih terus berkata jangan?

Setiap hari, setiap waktu, setiap aku melihatmu memandanginnya bahkan ketika aku masih tetap melihatmu dari balik punggungmu, aku selalu berusaha menganggap semua baik-baik saja. Semua akan berakhir seiring berjalannya waktu. Aku membayangkan perasaanku yang suatu saat nanti pasti akan hilang, aku memimpikan lukaku akan segera kering, dan tak ada lagi hal-hal penyebab aku menangis setiap malam. Namun…. sampai kapan aku harus terus mencoba sementara hati ini terus membantah pikiranku?

Aku menulis ini ketika mataku tak kuat lagi menangis. Aku menulis ini ketika mulutku tak mampu lagi berkeluh. Bisakah kau bayangkan rasanya jadi orang yang setiap melihat dia yang tersayang melihat yang lain, hanya karena dia tak tahu bagaimana perasaan orang yang mencintainya? Bisakah kau bayangkan rasanya jadi aku yang setiap hari terus berharap sakit ini akan berakhir? Tak masalah akhirnya aku yang harus benar-benar pergi, tak masalah bagiku…


Beri aku kesempatan untuk berpindah, jika kamu tidak mengharapkan aku dalam hidupmu. Jangan meminta aku datang lagi, jika pada akhirnya justru kamu akan meninggalkanku dengan alasan yang sama.